Kini Semua Guru Bisa Jadi Kepala Sekolah – kepala sekolah pada tahun 2025. Guru yang sudah memenuhi syarat tanpa harus jadi guru penggerak
Program Guru Penggerak yang dulu digagas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim dihapuskan. gali77 Sertifikat guru penggerak kini sudah tidak lagi diwajibkan sebagai syarat untuk guru menjadi kepala sekolah.
Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (GTKPG) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Nunuk Suryani mengatakan, program Guru Penggerak sudah dihapuskan sejak 18 Maret 2025 melalui Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 14/M/2025. Ini dilakukan karena Guru Penggerak tidak sesuai dengan program prioritas Kemendikdasmen sekarang.
Sekarang, semua guru yang memenuhi syarat administrasi bisa menjadi kepala sekolah.
”Guru penggerak sudah dihapus, jadi sertifikat guru penggerak tidak menjadi syarat bagi calon kepala sekolah,” kata Nunuk di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Dengan begitu, setiap guru memiliki kesempatan untuk menjadi kepala sekolah yang kini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Sertifikat guru penggerak yang dulu syarat wajib menjadi kepala sekolah dihapuskan.
Kini, syarat menjadi kepala sekolah, antara lain, ialah bergelar sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV), memiliki sertifikat pendidik, memiliki pangkat paling rendah golongan III/C bagi guru PNS, memiliki jenjang jabatan minimal guru ahli pertama bagi guru berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan pengalaman dalam jabatan sebagai guru paling sedikit delapan tahun.
Selain itu, calon kepala sekolah juga harus memiliki nilai baik dalam penilaian kerja guru dalam dua tahun terakhir, memiliki pengalaman manajerial minimal dua tahun di sekolah, dan berusia maksimal 56 tahun saat ditugaskan sebagai kepala sekolah.
”Sekarang, semua guru yang memenuhi syarat administrasi bisa menjadi kepala sekolah,” ucap Nunuk.
Sebagai pengganti Guru Penggerak, Dirjen GTKPG Kemendikdasmen akan menggelar Program Kepemimpinan Sekolah. Program ini dirancang untuk menyiapkan kapasitas calon kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran dengan fokus pada pembelajaran mendalam dan pemanfaatan teknologi digital, seperti koding dan kecerdasan artifisial.
Menurut Nunuk, kepemimpinan di sekolah sangat penting untuk mengarahkan dan mengelola ekosistem sekolah demi mewujudkan pendidikan yang bermutu, inklusif, adaptif, dan berkeadilan. Pemimpin sekolah yang baik akan berpengaruh signifikan terhadap kualitas pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar murid.
”Tetapi, ini sebenarnya memberikan hak kepada setiap guru yang memenuhi persyaratan administrasi untuk bisa menjadi kepala sekolah. Tidak membatasi hanya pada guru penggerak, tetapi pada siapa pun guru,” ujar Nunuk.
Butuh 50.971 kepala sekolah
Nunuk mengungkapkan, 40.072 dari 184.954 sekolah tidak memiliki kepala sekolah. Sebanyak 26.909 sekolah di antaranya dipimpin pelaksana tugas kepala sekolah yang ditugaskan dinas pendidikan, sedangkan 13.163 sekolah lainnya sama sekali tidak memiliki kepala sekolah.
Untuk tahun 2025, ada kebutuhan sebanyak 50.971 kepala sekolah. Angka ini didapat dari jumlah sekolah tanpa kepala sekolah ditambah 10.899 kepala sekolah yang akan pensiun pada tahun ini.
Nunuk menegaskan, untuk memenuhi kebutuhan itu, guru-guru yang sudah memenuhi syarat administrasi untuk menjadi kepala sekolah sesuai dengan peraturan menteri, tetapi belum mengikuti program kepemimpinan sekolah, bisa diangkat menjadi kepala sekolah terlebih dahulu, baru mengikuti program kepemimpinan sekolah kemudian.
”Mereka bisa untuk di-diklat-kan setelah mereka diangkat. Ini lebih kurang kalau secara keseluruhan kebutuhannya sebesar ini, banyak sekali,” tuturnya.
Dengan dihapuskannya program guru penggerak, guru-guru yang sudah mengabdi lama bisa menjadi kepala sekolah tanpa harus kesulitan mengikuti program guru penggerak yang kebanyakan dilakukan secara daring.
Sejak diluncurkan Menteri Nadiem pada Juli 2020, Program Guru Penggerak sudah diikuti 92.888 guru yang lulus hingga Agustus 2024, 12.400 orang di antaranya sudah menjadi kepala sekolah. Program ini bertujuan untuk membentuk guru menjadi pemimpin pembelajaran yang dapat menggerakkan perubahan positif di sekolah dan lingkungan pendidikan.
”Guru penggerak juga harus menjadi pelatih atau mentor bagi guru lainnya untuk pembelajaran yang berpusat pada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi bagi ekosistem pendidikan,” kata Nadiem saat peluncuran secara virtual, 3 Juli 2020.
Namun, program ini banyak menimbulkan permasalahan, mulai dari anggaran hingga privilese yang diberikan kepada guru penggerak untuk mengikuti pelatihan, meningkatkan karier sebagai kepala sekolah, dan mendapatkan slot khusus Pendidikan Profesi Guru (PPG), hingga menimbulkan eksklusivitas Program Guru Penggerak seakan menimbulkan fragmentasi antara guru penggerak dan guru yang bukan penggerak.
Permasalahan tersebut sampai digugat oleh beberapa guru dan dikabulkan melalui putusan Mahkamah Agung RI Nomor 35/P/HUM/2023 mengenai Uji Materil terhadap Permendikbudristek Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak. Putusan itu dibacakan pada 28 November 2023.
Inti dari putusan itu ialah meminta Nadiem mencabut ketentuan syarat calon peserta pendidikan guru penggerak sekurang-kurangnya memiliki masa sisa mengajar selama 10 tahun. Artinya, aturan itu membatasi usia maksimal guru yang boleh ikut program guru penggerak adalah 50 tahun.
”Pendidikan Guru Penggerak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,” kata Hakim Agung Irfan Fachruddin dalam putusan tersebut.