Puisi- puisi Dahri Dahlan – Dahri Dahlan dosen FIB Universitas Mulawarman, Samarinda. Novel syair terbarunya” Anda Sedingin Dermaga.
langit telah dipadati bunga api
serta kalian belum tiba.
mata kantuk pedagang terompet itu
berbinar. minyak berkilauan
di kulit mukanya yang lelah.
“ halo, kalian di mana?”
“ sesaat, saya mencuci wajah dahulu!”
Dahri Dahlan, julukan yang agaknya tidak sangat kerap menghiasi headline alat kesusastraan nasional, tetapi dalam ruang sepi perpuisian Indonesia, beliau berbicara berdengung melalui diksi- diksi yang runcing, sepi, serta menggugah. Seseorang penyair yang tidak banyak ucapan, tetapi membiarkan puisinya berdebat dengan bumi. Karya- karyanya memantulkan pergulatan hati serta observasi runcing atas orang, tanah, serta kodrat.
Lahir serta besar di Sumatera Barat, Dahri Dahlan diketahui selaku penyair yang loyal pada pangkal lokalitas. Beliau sering menghasilkan alam Minang, adat, serta asal usul masyarakatnya selaku gagasan penting dalam menulis. Tetapi, puisinya tidak cuma menyudahi pada gradasi lokal. Terdapat lonjak kebatinan, eksistensial, apalagi politis yang menyelinap di antara larik- lariknya.
Bahasa yang Mengendap, Imaji yang Meledak
Puisi- puisi Dahri Dahlan bukan tipe syair yang gampang di cerna sekali baca. Beliau menulis semacam seorang yang menanam bibit dalam- dalam, kemudian membiarkan pembaca menggali serta menciptakan maknanya sendiri. Kata- katanya simpel, tetapi membuat imaji yang lingkungan. Dalam sebagian puisinya, beliau main dengan idiom serta ikon yang kokoh, menghasilkan masing- masing baris semacam martil yang menghantam pemahaman.
Salah satu puisinya yang lumayan kerap dibahas merupakan“ Di Tanah yang Letih”. Syair ini melukiskan pergulatan antara orang serta tanah yang sudah sedemikian itu lama dieksploitasi. Tanah dalam syair Dahri bukan semata- mata faktor geografis, melainkan ikon dari bunda, asal usul, cedera, serta impian. Beliau menulis:
” Kubajak kebun dengan hening,
Bajakannya dari kata- kata
Tetapi tanah ini telah enggan
Melahirkan apa- apa.”
Bagian itu mengisyaratkan kekesalan yang dalam, tidak tahu pada situasi sosial, tidak tahu pada suratan. Dahri sukses membalut kegelisahan itu dalam bahasa yang hening, tetapi menaruh ledakan rasa frustrasi yang mendalam.
Penyair yang Menyangkal Lupa
Salah satu daya penting dari puisi- puisi Dahri Dahlan merupakan perilakunya yang tidak berubah- ubah dalam menyangkal kurang ingat. Beliau menulis buat menegaskan. Kejadian, ketidakadilan, pengkhianatan kepada kemanusiaan—semuanya muncul dalam puisinya. Tetapi beliau tidak berceramah. Beliau memilah buat menyelinap, menyentil melalui metafora serta ikon yang menggoda rasa mau ketahui pembaca.
Misalnya, dalam syair“ Pesan dari Ngarai”, beliau menorehkan:
” Kita kirim berita melalui suara burung
Tetapi langit padat jadwal menulis peluru
Hingga syair kita juga dipenjara
Dalam botol- botol kosong di gerai berumur.”
Syair itu seakan jadi kaca atas kodrat kesusastraan di tengah warga yang kian berisik oleh politik, konsumerisme, serta absurditas. Dahri menyuarakan kegelisahan yang amat relevan, apalagi rute angkatan.
Dari Novel ke Panggung
Dahri Dahlan bukan cuma diketahui di golongan pembaca syair, namun pula aktif dalam bumi pementasan kesusastraan. Banyak puisinya yang dibacakan dalam forum- forum kesusastraan, bagus lokal ataupun nasional. Suaranya yang berat, style bacanya yang hening tetapi menghunjam, membuat masing- masing artikulasi puisinya jadi pengalaman yang menggetarkan.
Beliau tidak banyak berdialog mengenai arti puisinya dalam forum.“ Supaya syair yang ucapan,” tuturnya dalam suatu kegiatan di Padang tahun kemudian. Tindakan ini menguatkan kepribadian dirinya selaku penyair yang yakin kalau buatan mempunyai independensi dalam berhubungan dengan pembaca.
Sebagian antologi puisinya yang diketahui antara lain“ Batu yang Tidak Luang Meratap”,“ Langit Seperempat Cedera”, serta“ Tanah yang Disobek Tutur”. Ketiganya sudah jadi referensi berarti di golongan akademisi kesusastraan serta penyair belia.
Di Antara 2 Bumi: Adat- istiadat serta Modernitas
Salah satu karakteristik khas dari syair Dahri Dahlan merupakan keberhasilannya memadukan 2 bumi yang kerap dikira berlawanan: adat- istiadat serta kemodernan. Beliau menulis dengan kekayaan metafora yang bersumber dari adat lokal, tetapi pula tidak menyangkal akibat dari bumi luar. Dalam sebagian puisinya, beliau menyitir bujangga Persia semacam Rumi, menyandingkannya dengan cerita orang Minang, ataupun apalagi mencantumkan faktor teknologi dengan cara subtil.