Kawai Labiba, Membaca Naskah – Kawai hendak berfungsi selaku seseorang keponakan yang hadapi bimbang etiket.
Bioskop Indonesia hendak kehadiran film horor terkini lagi bertajuk Buku Sijjin serta Illyyin. Film ini diperankan oleh salah satu bintang film belia Tanah Air, ialah Kawai Labiba. Kawai menggambarkan apa saja yang terjalin di balik layar. Salah satunya merupakan kala beliau merasa telah letih duluan membaca dokumen film.
Film yang hendak tayang pada 17 Juli 2025 itu mempunyai beberapa susunan narasi yang hendak membuat pemirsa menebak- nebak. Kawai hendak berfungsi selaku seseorang keponakan yang hadapi bimbang etiket. Tidak hanya itu, film ini mencampurkan tipe horor dengan bagian intelektual serta kebengisan.
” Cocok amati ceritanya, saya pula suka serupa film horor itu, tetapi bukan yang hanya bentuk jumpscare ataupun nakut- nakutinnya saja gitu. Tetapi, reason di balik seluruh itu pula terdapat, kokoh,” tuturnya dikala bertamu ke kantor Sidang pengarang Kompas di Jakarta, Senin( 16 atau 6 atau 2025).
Peristiwa menyeramkan itu, imbuhnya, tidak kontan tiba sedemikian itu saja. Tiap kepribadian hendak mempunyai alibi serta cerita tertentu.
Sebab memandang kemampuan narasi, bintang film yang pula main di film 1 Kakak 7 Ponakan itu juga ingin turut ikut serta di film itu. Tidak hanya itu, kala Kawai berumur 9 tahun, beliau luang main kedudukan buat serial FTV horor besutan si sutradara Hadrah Daeng Istri raja.
Selaku Tika, Kawai hendak mengalami bermacam bobot akhlak dalam memilah aksi bagus kurang baik. Dikisahkan kalau Tika juga hendak berangkat membaca ke surau buat mencari keamanan.
” Banyak pula mahfuz yang luang baca durasi tes sekolah ataupun gimana, tetapi seperti, astaga banyak pula, nih,” tuturnya.
Terdapat satu set yang memanglah lezat amat sangat.’ View’- nya langsung ke gunung. Jadi, seperti buka puasa sore- sore, ngumpul. Asik amat sangat.
Mengutip kerangka posisi shooting di area Jakarta serta Pucuk, Kawai menceritakan kalau Hadrah amat terbuka serta atensi kepada situasi para pemeran. Sepanjang 3 pekan dikala bulan puasa, Kawai suka dapat memberi keseruan bersama yang lain dikala berbuka ataupun sahur bersama.
” Terdapat satu set yang memanglah lezat amat sangat. View- nya langsung ke gunung. Jadi, seperti buka puasa sore- sore, ngumpul. Asik amat sangat,” tuturnya.
Di antara gemuruh bumi hiburan yang kerap kali penuh kilap serta pancaran kamera, timbul satu julukan yang menawarkan warna berlainan: Kawai Labiba. Wujud belia ini tidak cuma diketahui melalui performa publiknya, namun pula sebab kecintaannya yang mendalam kepada bumi literasi, spesialnya dalam membaca serta menghidupkan dokumen.
Semenjak dini kemunculannya di alam seni pementasan, Kawai telah membuktikan ketertarikan luar lazim kepada daya perkata. Tetapi berlainan dengan banyak bintang film belia lain yang lebih fokus pada mimik muka visual serta pentas, Kawai malah menciptakan dirinya karam dalam bumi dokumen— bagus itu dokumen pentas, film, ataupun buatan kesusastraan yang ditulis buat dibaca serta direnungi.
Dari Layar ke Lembar Teks
Kawai Labiba bisa jadi diketahui warga besar lewat kedudukannya di sebagian serial serta film pendek. Tetapi di balik layar, beliau merupakan seseorang pembaca giat serta penafsir dokumen yang cermat. Untuk Kawai, dokumen bukan semata- mata bacaan yang wajib dihafal buat kebutuhan syuting, namun ruang hidup yang menawarkan uraian mendalam mengenai orang, marah, serta asal usul.
“ Aku senantiasa merasa kalau dokumen merupakan tulang punggung dari seluruh pementasan. Tanpa dokumen, tidak hendak terdapat bumi yang dapat dibentuk dengan cara utuh. Serta kala membaca, aku merasa lagi berbahas langsung dengan pengarang, dengan tokoh- tokoh, apalagi dengan bagian terdalam diri aku sendiri,” ucapnya dalam suatu tanya jawab khusus.
Kecintaannya kepada membaca dokumen diawali semenjak umur anak muda. Beliau berterus terang awal kali jatuh cinta pada bumi pentas sehabis membaca dokumen“ Romeo and Juliet” dalam alih bahasa Indonesia.“ Aku meratap bukan sebab cerita cintanya, tetapi sebab gimana tiap perkataan memiliki denyut marah yang kokoh,” kenangnya.
Membaca Selaku Ritual serta Pelatihan
Berlainan dengan beberapa bintang film yang membaca dokumen cuma selaku bagian dari perencanaan kedudukan, Kawai menganggap cara membaca selaku ritual setiap hari. Tiap pagi, beliau mengosongkan durasi 45 menit spesial buat membaca dokumen ataupun drama klasik— mulai dari karya- karya Anton Chekhov, W. S. Rendra, sampai dokumen kontemporer buatan pengarang belia Asia Tenggara.
“ Aku yakin, membaca dokumen dengan suara keras merupakan metode terbaik buat memahami kepribadian, memahami bahasa badan, apalagi memahami kelemahan diri sendiri,” jelasnya.
Tidak tidak sering, Kawai membaca dokumen seorang diri di depan kaca, menjadi masing- masing kepribadian, mengganti aksen, serta memainkan marah. Beliau mengatakan aktivitas ini selaku“ bimbingan empati”—sebuah metode buat menyelami perasaan orang lain melalui perkata tercatat.
Dari Pembaca Jadi Penulis
Ketertarikan mendalamnya pada dokumen membuat Kawai tidak cuma menyudahi selaku pembaca ataupun aktor, namun pula mulai menulis. Pada dini 2024, beliau menerbitkan suatu dokumen drama pendek bertajuk“ Wanita di Tengah Lampu Merah” yang menggambarkan bimbang seseorang pekerja seks yang berupaya ceria buah hatinya tanpa meninggalkan profesinya.
Dokumen itu menemukan sambutan hangat di sebagian komunitas pentas bebas. Sebagian komentator mengatakan buatan itu“ berani, jujur, serta memegang” sebab sanggup mengangkut kenyataan sosial tanpa tendensi mengajari.
Kawai berterus terang, cara menulis membantunya menguasai kedudukan dari bagian arsitek, bukan semata- mata bintang film.“ Aku jadi siuman alangkah sulitnya menulis satu perkataan yang dapat muat marah, bentrokan, serta impian sekalian. Semenjak itu, aku terus menjadi menghormati dokumen,” ucapnya.
Membuat Komunitas Literasi Naskah
Tidak menyudahi pada dirinya sendiri, Kawai pula aktif membuat komunitas kecil yang fokus pada literasi dokumen. Komunitas yang diberi julukan“ Membaca Kepribadian” ini beranggotakan bintang film belia, pengarang, serta siswa yang terpikat menguasai dokumen selaku buatan seni serta perlengkapan investigasi hati.
Tiap minggu, komunitas ini melangsungkan tahap baca dokumen bersama dengan cara terbuka, bagus online ataupun offline. Mereka membedah karya- karya klasik semacam“ Gambar Wanita Bernama Malam” buatan Putu Keagungan, hingga buatan kontemporer dari pengarang belia Indonesia serta Asia Tenggara.
Aktivitas ini disambut hangat oleh para partisipan. Banyak yang berterus terang terkini menguasai daya dokumen sehabis membaca bersama- sama serta bertukar pikiran dalam atmosfer non- formal.
“ Kawai bukan cuma pembaca, tetapi pula gara- gara antusias. Ia membuat kita yakin kalau dokumen bukan benda mati. Ia hidup, serta dapat mengganti metode penglihatan kita,” ucap Dina, salah satu partisipan komunitas.
Tantangan di Tengah Adat Visual
Di tengah kekuasaan konten visual serta praktis semacam TikTok serta YouTube Shorts, tahap Kawai mengupayakan berartinya membaca dokumen dapat dikatakan menantang arus penting. Tetapi beliau tidak gentar. Menurutnya, membaca dokumen berikan ruang untuk angan- angan buat bertugas lebih leluasa dari semata- mata menyaksikan.
“ Kala kalian membaca, kalian turut membuat bumi dalam kepala. Serta itu tidak berharga,” tuturnya.
Walaupun sedemikian itu, Kawai tidak anti pada alat visual. Beliau apalagi menganjurkan supaya konten film dapat dibesarkan dari dokumen yang kokoh supaya tidak semata- mata tampak menarik, tetapi pula berarti.
Era Depan, Mengarah Pentas Global
Saat ini, Kawai tengah menyiapkan menyesuaikan diri dokumen kepunyaannya buat pementasan global yang hendak diselenggarakan di Malaysia tahun depan. Beliau berambisi, naskah- naskah dari Indonesia dapat terus menjadi diketahui di panggung bumi— bukan cuma sebab eksotisme adat, namun sebab daya deskripsi serta kepribadian.
“ Aku mau bawa dokumen kita ke bumi. Bukan cuma selaku bacaan, tetapi selaku jendela buat memandang Indonesia dari ujung penglihatan yang lebih dalam serta kemanusiaan,” tutup Kawai Labiba, dengan senyum yang penuh antusias.