Gunung Rinjani dan Fenomena Wisata Pendakian – Dulu mendaki gunung identik kegiatan ekstrem komunitas pencinta alam atau pegiat alam.
Tragedi yang menimpa wisatawan asal Brasil yang meninggal karena jatuh saat pendakian ke Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, memantik perdebatan di kalangan warga. Tragedi yang merenggut nyawa Juliana Marins, pejalan tunggal yang sedang berkeliling beberapa negara di Asia Tenggara ini, mendapat atensi besar dari warga Brasil.
Mereka menyoroti proses evakuasi Juliana yang dianggap lambat dan anggota tim penyelamat tidak kompeten. Bahkan, warganet asal ”Negeri Samba” tersebut membanjiri akun media sosial Presiden Prabowo Subianto menyerukan agar evakuasi menjadi prioritas mendesak.
Keriuhan di media sosial ini memantik pro dan kontra tentang proses evakuasi yang dilakukan tim SAR gabungan. Di satu pihak menganggap tim penolong bergerak lambat karena dari waktu saat korban diketahui jatuh hingga tim penyelamat datang ke lokasi dianggap terlalu lama. Selain itu, peralatan yang digunakan juga dianggap kurang memadai.
Di sisi lain, para pegiat alam bebas yang pernah mendaki ke Rinjani menyatakan bahwa kondisi medan di gunung ini cukup ekstrem, dengan jarak lokasi yang jauh serta kondisi jalur menanjak dengan jalanan setapak berpasir. Lokasi korban jatuh merupakan bibir kaldera berupa tebing batuan lepas dan berpasir yang menghadap danau Segara Anak.
Lantas, bagaimana kondisi sebenarnya dari gunung yang pernah dinobatkan sebagai salah satu gunung terindah dengan jalur pendakian terbaik di dunia ini?
Morfologi Rinjani
Gunung Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl), Rinjani hanya kalah dengan Gunung Kerinci di Sumatera yang memiliki ketinggian 3.805 mdpl. Namun, Rinjani pernah memiliki ketinggian di atas 4.000 mdpl sebelum erupsi tahun 1257 Masehi.
Data itu terungkap setelah peneliti Perancis, Franck Lavigne, dan timnya pada tahun 2013 mengungkap adanya erupsi gunung berapi di Pulau Lombok yang memengaruhi iklim global. Gunung tersebut dikenal sebagai Gunung Samalas.
Erupsi besar tersebut membuat separuh badan gunung hilang dan membentuk cekungan kaldera yang sekarang dikenal sebagai Gunung Rinjani. Dari dalam kaldera itu, kemudian muncul gunung anakan yang dikenal sebagai Gunung Barujari. Hasil penelitian kandungan geokimia material vulkanik yang ditemukan di Kutub Utara ternyata identik dengan yang ada di Pulau Lombok.
Sejak saat itulah Rinjani dinggap sebagai penyebab krisis global yang melanda dunia tahun 1258-1259 setelah material vulkaniknya menutup atmosfer dan menyebabkan kegelapan.
Kaldera Rinjani memanjang dari timur ke barat dengan luas sekitar 3,5 x 4,8 kilometer persegi. Kaldera ini berbentuk elips dengan kemiringan lereng mulai 60 sampai 80 derajat. Secara morfologi, Rinjani memiliki beberapa kawah utama: kawah gunung rombongan, kawal tapal kuda, kawak kokok putih, dan kawah segara anak.
Gunung ini juga memiliki 3 kerucut: kerucut mas, kerucut barujari, dan kerucut rinjani. Di sisi timur kaldera ada Gunung Barujari yang menjadi penerus aktivitas Gunung Rinjani.
Profil elevasi Gunung Rainjani bervariasi mulai titik terendah gunung di ketinggian 500-an mdpl hingga titik tertinggi 3.726 mdpl. Gunung ini berstatus sebagai taman nasional tahun 1990 dan ditetapkan sebagai Geopark Global oleh Unesco tahun 2018.
Bukan untuk pemula
Dengan profil gunung seperti ini, Rinjani tidak bisa dianggap remeh bagi siapa pun yang akan mendakinya. Ada enam rute pendakian, yakni Sembalun, Senaru, Torean, Timbanuh, Aik Berik, dan Tetebatu. Dari rute tersebut, ada 3 rute yang populer menjadi pintu masuk pendakian: Sembalun, Senaru, dan Torean.
Rute Senaru didominasi trek melewati hutan tropis yang masih cukup rapat. Rute ini berujung di Plawangan Senaru, yaitu lokasi yang biasa digunakan untuk mendirikan tenda dan beristirahat bagi pendaki. Dari lokasi ini, kita bisa melihat lanskap kaldera Rinjani dengan Gunung Barujari di tengah danau Segara Anak. Lanskap tersebut mengingatkan kita pada desain gambar uang kertas pecahan Rp 10.000 tahun emisi 1998.
Rute Torean yang dikenal sebagai salah satu jalur dengan keindahan alamnya yang beragam. Jalur ini melewati hutan tropis, tebing, lembah, sungai, air terjun, dan sumber air panas alami. Meskipun telah lama ada, jalur ini baru dibuka untuk umum tahun 2021. Jalur ini terkenal ekstrem dan berbahaya, terutama di lembah yang licin dan lereng tebing curam. Jalur ini agak sedikit terbuka setelah gempa yang mengguncang Pulau Lombok tahun 2018.
Namun, yang paling banyak dipilih pengunjung adalah melewati Sembalun karena rute ini dianggap paling cepat untuk mencapai puncak Rinjani. Jalur ini cukup panjang yang diawali melintasi padang sabana luas yang nyaris tanpa pepohonan besar sehingga disarankan mengawali pendakian sejak pagi sebelum matahari bersinar terik sehingga terhindar dari panas menyengat.
Harian Kompas yang pernah menggelar Ekspedisi Cincin Api pernah menjajal jalur Sembalun saat mengeksplorasi Gunung Rinjani tahun 2011. Di jalur ini akan melewati 3 pos pendakian dan berakhir di lokasi istirahat Palawangan Sembalun. Dari gerbang pendakian hingga pos dua didominasi sabana luas dengan medan relatif landai.
Selepas pos 2 menuju pos 3 akan ketemu medan menanjak yang semakin lama semakin berat. Jalur ini dikenal sebagai ”bukit penyesalan” karena begitu banyaknya punggungan bukit yang harus dilalui. Lanskap sabana mulai berganti hutan tropis dengan dominasi vegetasi pohon cemara gunung.
Setelah dari pos 3 akan ketemu Plawangan Sembalun di ketinggian 2.639 mdpl. Plawangan merupakan sebutan untuk tempat perkemahan dan beristirahat sebelum meneruskan perjalanan ke puncak. Total waktu tempuh dari gerbang pendakian hingga Plawangan Sembalun sekitar 8-10 jam.
Di Plawangan Sembalun ini kita bisa melihat lanskap danau Segara Anak dan puncak Gunung Rinjani dengan jelas. Plawangan ini berada di punggungan gunung yang datar dengan struktur tanah sedikit berpasir. Pemandangan sore hari di sini sungguh indah. Perjalanan melelahkan seharian tertebus dengan pesona langit senja dan pantulan cahaya sore di permukaan danau.
Di perkemahan ini para pendaki bisa beristirahat dan menikmati waktu untuk memasak, makan, dan bersantai. Namun, ada hal yang harus diwaspadai karena di lokasi ini banyak monyet liar berkeliaran yang sering datang bergerombol untuk mengambil barang apa saja milik pendaki yang tak dijaga.
Jalur Ekstrem
Plawangan Sembalun merupakan lokasi strategis bagi pendaki yang akan menuju puncak Rinjani. Biasanya perjalanan menuju puncak (summit attack) dilakukan pada tengah malam hingga dini hari dengan target bisa mencapai puncak saat matahari terbit. Jalur menuju puncak bisa ditempuh dalam 4-5 jam.
Trek menuju puncak sangat curam dan berpasir dengan kemiringan mencapat 70 derajat. Bagi yang belum pernah ke puncak sangat direkomendasikan menyewa pemandu. Karena perjalanan ke puncak dimulai tengah malam sebaiknya pendaki segera beristirahat setiba di Plawangan Sembalun.
Dengan kondisi trek ekstrem dan perjalanan malam dibutuhkan kehati-hatian. Lampu penerangan menjadi alat wajib yang dibawa beserta baterai cadangan. Tiap pendaki juga diharuskan membawa tas berisi perlengkapan pribadi berupa jaket, jas hujan, minuman, makanan ringan, dan perlengkapan darurat, seperti peluit dan emergency blanket yang terbuat dari aluminium foil. Peralatan personal ini harus selalu dibawa.
Jalur menuju puncak merupakan jalan setapak menyusuri bibir kaldera dengan sisi kiri dan kanan merupakan jurang curam. Di sisi kanan tanpa pengaman merupakan tepian tebing hampir tegak lurus yang menghadap ke Segara Anak. Sisi kiri merupakan hamparan lembah berpasir dengan kemiringan 45 derajat. Jalur ini rawan terjadi kecelakaan pendaki terjatuh ke jurang karena lebar jalur dari dua meter bisa menyempit hingga cukup hanya dilalui satu orang.
Biasanya karena perjalanan malam dan gelap serta kondisi fisik yang lelah dan mengantuk membuat pendaki kurang konsentrasi. Beberapa kecelakaan fatal terjadi di jalur ini, termasuk jatuhnya wisatawan asal Brasil.
Mendekat ke puncak jalur semakin ekstrem. Melintasi trek yang dikenal dengan sebutan ”letter E” karena berbentuk seperti huruf E. Trek ini menanjak curam serta berpasir. Di sini mental kita diuji karena tiap kaki maju dua langkah akan melorot lagi satu langkah karena pasirnya merosot turun.
Tantangan lain di jalur ini adalah angin kencang dari sisi kiri atau kanan jalur. Cuaca di puncak sulit diprediksi. Meskipun terlihat cerah, angin bisa berembus kencang. Bahkan saat angin kencang, untuk berdiri pun kita bisa tak sanggup. Harus merangkak di pasir menghindari terpaan angin.
Sesampai di puncak pendaki disarankan tidak berlama-lama karena tempat yang sempit dan banyak pendaki lain yang juga ingin berada di sana. Perubahan cuaca mendadak dengan kabut tebal bisa menyulitkan jika tidak segera turun.
Antisipasi kecelakaan
Kondisi jalur ekstrem di jalur menuju puncak dari Plawangan Sembalun selayaknya mendapatkan atensi dari pengelola kawasan. Kecelakaan yang sering terjadi di jalur ini harus menjadi bahan evaluasi dan pembelajaran.
Bisa dibayangkan ketika kejadian kecelakaan di jalur ini dan tim penolong harus berangkat dari gerbang pendakian di Sembalun. Seperti saat kecelakaan jatuhnya pendaki asal Brasil minggu lalu. Butuh waktu 7-8 jam pagi tim penolong profesional berjalan kaki menuju lokasi. Mereka harus membawa peralatan pertolongan dengan beban mencapai 20 kilogram per orang. Sesampai di lokasi tentunya tenaga mereka juga sudah terkuras dalam perjalanan.
Kondisi ini dapat diantisipasi sendainya ada tim penanganan kondisi darurat yang siaga di Plawangan Sembalun. Mengingat Gunung Rinjani sudah menjadi destinasi wisata internasional, suatu keniscayaan jika pengelola juga menyiapkan tim patroli dan penolong yang siaga 24 jam di tempat ini. Apalagi pada musim puncak pendakian yang setiap hari bisa ada ratusan orang naik ke gunung ini.
Kurangnya rambu atau tanda petunjuk arah ataupun tanda daerah bahaya juga menjadi sorotan dari pendaki yang pernah ke Rinjani. Tentunya pemasangan rambu atau apa pun bentuknya harus memperhatikan aturan pembangunan di kawasan taman nasional.
Selain itu, pengelola kawasan juga harus membina para pemandu dan porter pendakian. Mereka harus dibekali dengan kemampuan sesuai tugas masing-masing. Rasio jumlah pemandu dan pendaki harus sesuai dengan kebutuhan. Adanya sertifikasi pemandu gunung profesional bisa menjadi cara untuk mengawasi mereka.
Dari pengalaman Tim Ekspedisi Cincin Api ”Kompas”, porter di Gunung Rinjani sudah sangat baik keterampilan mereka dalam melayani pendaki. Kemampuan fisik prima, keterampilan menyiapkan tempat istirahat, dan memasak hampir dikuasai tiap porter.
Fenomena wisata
Maraknya wisata pendakian tak hanya terjadi di Gunung Rinjani, tetapi juga di hampir semua gunung di Indonesia. Fenomena ini seiring banyaknya media sosial yang berkembang. Keinginan untuk eksis dan tampil di media sosial mendorong orang mencoba kegiatan yang belum pernah atau mencontoh apa yang bisa dilakukan orang lain.
Dampaknya gunung-gunung di Indonesia hampir tiap akhir pekan selalu dibanjiri pengunjung. Jika dahulu mendaki gunung identik dengan kegiatan ekstrem yang dilakukan komunitas pencinta alam atau pegiat alam bebas, kini siapa pun bisa mendaki asal punya kenginan dan dukungan finansial.
Yang terjadi banyak pendaki-pendaki dadakan yang tidak dibekali pengetahuan dasar aturan tentang kegiatan alam bebas dan pendakian. Selain itu kesiapan fisik juga menjadi syarat wajib sebelum naik gunung.
Yang lebih penting lagi adalah terkait izin pendakian dari pengelola kawasan. Sebenarnya aturan tentang pendakian gunung di Indonesia sudah banyak dibuat. Tiap-tiap kawasan memiliki aturan tersendiri, tetapi dalam pelaksanaannya sering dilanggar. Pengawasan tak boleh longgar hanya demi meningkatkan angka-angka statistik kunjungan wisatawan.
Adanya batas atau kuota jumlah pendaki dalam satu musim pendakian, aturan harus didampingi pemandu dan porter hingga aturan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian alam menjadi hal wajib yang harus dipatuhi bersama. Perizinan ketat terutama untuk gunung-gunung dengan medan ekstrem perlu ditegakkan. Lebih baik menolak izin pendakian daripada harus mengevakuasi jika terjadi kecelakaan.