Diprediksi Langgar Hukum Pembangunan Penginapan di Ngarai Anai- Selain terletak di sempadan bengawan serta rawan musibah, hasil amatan Walhi Sumbar.
Sarana Area Hidup Indonesia ataupun Walhi Sumatera Barat memberi tahu asumsi perbuatan kejahatan atas pembangunan penginapan di kiano 88 sempadan bengawan di dekat area Ngarai Anai, Kabupaten Tanah Latar, ke Polda Sumatera Barat. Pembangunan di posisi rawan musibah ini diprediksi melanggar beberapa hukum.
Asumsi perbuatan kejahatan dalam pembangunan penginapan itu dikabarkan Walhi Sumbar ke Polda Sumbar, Selasa( 15 atau 7 atau 2025). Peliputan diwakili oleh advokat dari Perhimpunan Dorongan Hukum serta Hak Asas Orang Indonesia( PBHI) Sumbar.
” Informasi kita sampaikan ke Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sumbar. Kita dijanjikan 2- 3 hari ini buat pemanggilan balik buat permohonan penjelasan,” tutur Teddy Permata, badan karyawan Amatan Kampanye serta Monitoring PBHI Sumbar, Rabu( 16 atau 7 atau 2025).
Teddy menarangkan, terdapat 4 artikel di 4 hukum( UU) yang diprediksi dilanggar oleh industri yang membuat penginapan itu, ialah UU Penyusunan Ruang, UU Pangkal Energi Air, UU Kehutanan, serta UU Penyelesaian Musibah.
Terpaut aturan ruang, tutur Teddy, pembangunan penginapan itu diprediksi melanggar Artikel 61 juncto Artikel 69 Bagian( 1) UU No 26 Tahun 2007 mengenai Penyusunan Ruang yang terakhir diganti dengan UU Nomor 6 atau 2023 mengenai Penentuan Peraturan Penguasa Pengganti Hukum No 2 Tahun 2022 mengenai Membuat Kegiatan jadi Hukum.
” Dalam Perda RTRW Kabupaten Tanah Latar, posisi yang dibentuk jadi penginapan itu masuk area hutan lindung,” tutur Teddy.
Berikutnya, pembangunan penginapan itu diprediksi melanggar Artikel 40 Bagian( 3) juncto Artikel 70 graf a UU No 17 Tahun 2019 mengenai Pangkal Energi Air terakhir diganti dengan UU No 6 Tahun 2023 mengenai Penentuan Peraturan Penguasa Pengganti Hukum No 2 Tahun 2022 mengenai Membuat Kegiatan jadi Hukum.
Bagi Teddy, terdapat pembangunan infrastruktur pangkal energi air berbentuk bendungan ataupun batu beronjong buat mendukung pembangunan penginapan di sempadan Bengawan Anai itu.” Buat dapat membuat bendungan itu, industri wajib memiliki permisi terlebih dulu,” tuturnya.
Sebab berdiri di area hutan lindung, tutur Teddy, pembangunan itu pula melanggar Artikel 50 Bagian( 2) graf a juncto Artikel 78 Bagian( 3) UU No 41 Tahun 1999 mengenai Kehutanan yang terakhir diganti dengan UU No 6 Tahun 2023 mengenai Penentuan Peraturan Penguasa Pengganti Hukum No 2 Tahun 2022 mengenai Membuat Kegiatan jadi Hukum.
Ketentuan lain yang diprediksi dilanggar merupakan Artikel 40 Bagian( 3) juncto Artikel 75 Bagian( 1) UU No 24 Tahun 2007 mengenai Penyelesaian Musibah. Teddy mengatakan, posisi pembangunan penginapan di sempadan bengawan rawan kepada musibah banjir bandang ataupun galodo begitu juga yang terjalin pada 11 Mei 2024.
Teddy menarangkan, gedung kerangka penginapan di sempadan bengawan di dekat Ngarai Anai itu telah menemukan ganjaran administrasi dari penguasa. Sebaiknya, Maret kemudian, gedung itu telah dibongkar oleh penguasa wilayah, namun sampai saat ini tidak terdapat aksi sungguh- sungguh.” Sebab itu, saat ini kita membawa ke rute kejahatan,” tuturnya.
Dengan cara terpisah, Kepala Bagian Penguatan Kelembagaan serta Penguatan Hukum Area Walhi Sumbar Tommy Adam berkata, sepanjang ini industri mengklaim kalau pembangunan penginapan di Nagari Singgalang, Kecamatan X Koto, itu terletak di dalam area areal pemakaian lain( APL) serta telah mendapat akta hak kepunyaan.
Hendak namun, dari hasil amatan Walhi Sumbar dengan analisa memakai sistem data geografis, kerangka penginapan serta gedung yang lain malah terletak dalam area hutan lindung.
Dalam kajiannya, Walhi Sumbar melaksanakan overlay denah area hutan serta Denah Konsep Aturan Ruang pada Pola Ruang Kabupaten Tanah Latar dengan posisi penginapan. Dari keseluruhan gedung penginapan seluas 1. 733 m persegi, sebesar 1. 397 m persegi masuk area hutan lindung.
” Hasilnya, nyatanya gedung penginapan serta langgar terletak di area hutan lindung. Klaim APL bukan di gedung penginapan, melainkan cuma di parkiran, jalur, serta melintas penginapan.” Tommy meningkatkan, dalam peliputan ke Polda Sumbar, regu satu bundel berkas- berkas yang bisa dipakai selaku perlengkapan fakta oleh kepolisian. Beliau juga berambisi informasi ini ditindaklanjuti dengan sungguh- sungguh.
Warga pula mempersoalkan, mengapa terdapat tanah bersertifikat di dalam hutan lindung.
Ketua Reserse Pidana Spesial Polda Sumbar Komisaris Besar Andry Kurniawan tidak merespons permohonan tanya jawab kino 88 lewat telepon atau catatan bacaan.
Sedangkan itu, Kepala Aspek Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Susmelawati Rosya belum ketahui mengenai informasi Walhi Sumbar, Selasa kemarin. Tetapi, bagi ia, bila terkini satu hari, umumnya aparat terpaut lagi menekuni informasi yang masuk.
Lebih dahulu, pada 11 Mei 2024, banjir bandang ataupun galodo menyerang wilayah gerakan bengawan di dekat Cagar Alam Ngarai Anai. Galodo itu terjalin dalam satu susunan dengan banjir lava hujan dari Gunung Marapi yang memakan puluhan korban jiwa.
Di Ngarai Anai, galodo menimbulkan Jalur Nasional Padang- Bukittinggi putus keseluruhan. Beberapa tempat kolam renang serta kedai kopi di sempadan bengawan sirna ataupun larut disapu air ampuh, tercantum di area Halaman Darmawisata Alam( TWA) Megamendung serta posisi dekat Air Turun Proklamator. Kedai kopi Xakapa, yang tidak jauh dari Air Turun Proklamator, misalnya, habis tidak berlebih disapu banjir bandang pada Sabtu( 11 atau 5 atau 2024) malam.
Regu kombinasi dari Departemen Kehutanan setelah itu menutup upaya kolam renang serta upaya yang lain yang balik dihidupkan warga di area TWA Megamendung, Rabu( 25 atau 6 atau 2025), sebab terletak di posisi rawan musibah. Tetapi, dalam razia itu, warga pula menuntut supaya gedung kerangka penginapan di sempadan bengawan itu ditertibkan.
Warga pula mempersoalkan, mengapa terdapat tanah bersertifikat di dalam hutan lindung. Dari amatan Kompas, Rabu( 15 atau 6 atau 2025), di tanah yang diklaim bersertifikat itu, berdiri beberapa gedung, antara lain kerangka besi penginapan syariah, langgar, serta gedung menyamai toko.
Departemen Agraria serta Aturan Ruang atau Tubuh Pertanahan Nasional serta regu kombinasi pada 31 Mei 2024 sempat memasang peringatan di posisi tanah yang diklaim bersertifikat itu serta memohon owner gedung buat memecahkan dengan cara mandiri. Walakin, pembangunan di posisi itu malah senantiasa bersinambung.
Ketua Penangkalan serta Penindakan Aduan Kehutanan Departemen Kehutanan Yazid Nurhuda, Rabu( 25 atau 6 atau 2025), menarangkan, posisi bersertifikat itu bukan wewenang Kemenhut sebab terletak di area APL.” Akta itu diserahkan pada era Hindia Belanda saat sebelum diresmikan selaku area hutan,” ucapnya.