Alexander Adem Konferensi Doktoral Itu Menakutkan – Selama era penanganan disertasinya, Alexander Adem tersandera dalam tim WA.
Lebih khawatir mana, mengalami teroris ataupun konferensi doktoral? Kala persoalan ini di informasikan ke Inspektur Jenderal Alexander Adem, tanpa pikir jauh beliau menanggapi, jauh lebih menyeramkan konferensi doktoral. Ketua Jenderal Pengawasan Ruang Digital Departemen Komunikasi serta Digital ini terkini saja menangani riset doktoralnya sepanjang 5 tahun.
” Enggak khawatir serupa teroris. Ini( konferensi doktoral) betul- betul nakutin, enggak dapat tidur tadi malam,” ucap Alex, panggilan akrabnya, seusai konferensi, Jumat( 20 atau 6 atau 2025), di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Warnanya,” teror” konferensi karangan dialami Alex dapat lebih membentangkan dibanding pembedahan penyergapan teroris yang dulu belasan tahun lazim beliau hadapi.
Dalam konferensi terbuka advertensi ahli aspek kriminologi Fakultas Ilmu Sosial serta Ilmu Politik UI, Alex sukses menjaga disertasinya yang bertajuk” Hyperreality serta Simulacrum dalam Agitasi Terorisme Siber di Indonesia” dengan sebutan amat melegakan. Dengan separuh bercanda, pimpinan konferensi, Dody Prayogo, mengatakan sebutan cum laude sesungguhnya cuma terhalang oleh lamanya bagian durasi riset yang dihabiskan Alex sampai 5 tahun.
Alex berterus terang terkini dapat tidur amat lelap sehabis konferensi itu. Apalagi, keesokannya beliau bangun lebih siang dari kebiasaannya.” Jumat malam aku tidur lelap amat sangat. Besoknya bangun bangun jam 09. 00,” ucapnya tersimpul.
Disertasinya hal terorisme- siber tidak terbebas dari kiprahnya yang lama menanggulangi bermacam permasalahan terorisme di Polri. Terpaut keterampilannya di bumi siber serta kejahatan, Alex mengawalinya di tahun 2006 semenjak bekerja selaku interogator penting di Bagian Cyber Crime di Tubuh Reserse Pidana Polri.
Kala itu beliau pula sekalian bekerja di Satgas Antiteror serta setelah itu Detasemen Spesial Antiteror Polri sampai 2022. Di era itu Alex pula luang ditugaskan di Tubuh Nasional Penyelesaian Terorisme( BNPT) serta Tubuh Narkotika Nasional( BNN). Bersamaan era riset doktoralnya serta kariernya yang ditugaskan ke badan di luar Polri, Alex hadapi ekskalasi jenjang dari opsir menengah sampai opsir besar.
Dahulu ambil doktoral itu sesungguhnya sebab luang dimohon membimbing di PTIK( Akademi Besar Ilmu Kepolisian) pertanyaan terorisme serta bumi siber. Tetapi, kan, jika mengajar S- 2 wajib telah S- 3, betul telah jadi menyudahi ambil riset ahli,” tutur Alex.
” Tim neraka”
Bagi Alex, pembimbing( pelopor) Adrianus Meliala sering mengejar- ngejarnya di tim Whatsapp supaya lekas menyelesaikan karangan. Tim itu bermuatan para mahasiswa yang dibimbing Adrianus. Tanpa penglihatan bulu, Adrianus berlagak jelas pada siapa juga mahasiswanya, tercantum Alex. Oleh sebab itu, tim itu dinamai” tim neraka”.
” Profesor Adrianus telah neror,’ sedang ingin lolos enggak tahun 2025?!’ Waduh… Begitulah. Aku esok terkini dapat balik kanan( pergi) dari tim neraka jika telah pelantikan,” ucapnya.
Konferensi advertensi ahli Alex pula jadi pertandingan gabung teman- temannya di 4 institusi beliau luang berkarier, ialah Polri, BNPT, BNN, serta Kemenkomdigi. Seakan reuni- kecil, banyak kawan lamanya semenjak di Densus nampak muncul membakar, semacam Komjen Marthinus Hukom( saat ini Kepala BNN), Irjen Eddy Hartono( Kepala BNPT), Komjen( Purn) Rycko Amelza Dahniel, pula Irjen( Purn) Benny Mamoto.( SF)
Tidak banyak yang berpikir, Alexander Pratama—akademisi belia dengan sebaris hasil nasional—mengaku kekhawatiran dikala mengalami konferensi terbuka disertasinya di Fakultas Ilmu Sosial serta Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Dengan suara bergerak tetapi penuh agama, beliau mengatakan momen itu selaku salah satu pengalaman sangat menghabiskan psikologis dalam hidupnya.” Konferensi doktoral itu menyeramkan,” ucapnya jujur dikala ditemui berakhir diklaim lolos dengan sebutan amat melegakan.
Statment itu jadi pembuka narasi yang jauh lebih dalam: gimana titik berat akademik, impian keluarga, bobot pendapatan, sampai ekspektasi sosial dapat jadi campuran yang hampir mematahkan. Di balik jubah akademik serta senyum kemenangan, Alexander bawa luka- luka kecil yang tidak nampak.
Kekhawatiran Seseorang yang Terbiasa Unggul
Alexander bukan wujud asing di bumi akademik. Semenjak ahli sampai magister, beliau senantiasa masuk dalam barisan alumnus terbaik. Postingan ilmiahnya berhamburan di harian bereputasi, serta namanya kerap timbul selaku pelapor di bermacam forum. Tetapi malah sebab itu, titik berat konferensi doktoral jadi sedemikian itu besar.
” Terdapat ekspektasi kalau aku tentu hendak gampang menjalaninya. Sementara itu, tidak semacam itu,” tuturnya sembari tersimpul kecil.“ Terus menjadi besar kita naik, ruang buat kandas kian kecil. Seperti itu yang menyeramkan.”
Alexander membenarkan, sebagian hari menjelang konferensi, beliau luang hadapi tidak bisa tidur akut.“ Tiap malam aku memikirkan pertanyaan- pertanyaan pengetes yang menjebak. Aku apalagi sempat berangan- angan tidak dapat menanggapi satu juga serta disuruh mengulang konferensi,” tuturnya. Beliau berterus terang hadapi kendala keresahan enteng serta luang memikirkan buat menunda konferensi sepanjang satu semester.
Perencanaan yang Tidak Lumayan Menenangkan
Disertasinya yang bertajuk” Representasi Politik Angkatan Milenial dalam Kebijaksanaan Digital Nasional” ialah hasil studi sepanjang nyaris 4 tahun. Cara penyusunannya melampaui bermacam gairah, tercantum pergantian pembimbing serta adaptasi metodologi.
“ Menulis karangan semacam menaiki gunung yang puncaknya tidak nampak. Kadangkala aku merasa studi aku tidak relevan lagi sebab bumi digital berganti amat kilat,” nyata Alexander.
Walaupun dibantu regu pembimbing yang keras serta area akademik yang kooperatif, Alexander merasa kalau tidak terdapat yang betul- betul dapat menyiapkan seorang buat konferensi doktoral.” Modul dapat kita kuasai. Tetapi titik berat psikologis, itu tiba dari diri sendiri. Dari rasa khawatir mengecewakan banyak orang yang yakin pada kita,” tuturnya ayal.
Ruang Konferensi yang Jadi Ruang Perjuangan
Hari itu, 20 Juni 2025, auditorium konferensi terbuka dipadati dosen, mahasiswa, keluarga, serta sebagian kawan alat. Alexander menggunakan jaket gelap dengan dasi abu- abu hitam. Matanya nampak sembab. Bukan sebab meratap, tetapi sebab malam lebih dahulu beliau cuma tidur 2 jam.
Konferensi berjalan sepanjang nyaris 2 separuh jam. Terdapat momen kala salah satu pengetes mempersoalkan kesahan informasi survey online yang dipakai dalam ayat 4. Alexander luang senyap sepanjang 7 detik yang terasa semacam selamanya.
“ Itu momen sangat membentangkan,” tuturnya.“ Aku dapat menanggapi, tetapi dalam batin aku merasa balasan aku tidak melegakan. Tetapi nyatanya malah dari sana diskusinya bertumbuh positif.”
Salah satu pengetes, Profesor. Suryani Hadi, membenarkan kalau Alexander tampak memastikan.“ Memanglah ia nampak gugup di dini, tetapi akar tanggapannya amat dalam. Malah ketegangan itu membuktikan ia kemanusiaan,” ucapnya.
Bagian Hitam Bumi Akademik
Apa yang dialami Alexander bukan perihal terkini. Banyak calon ahli yang mengalami titik berat psikologis luar lazim menjelang konferensi terbuka. Tetapi sedang sedikit yang berani ucapan terbuka.“ Aku ucapan demikian ini biar banyak orang ketahui, kalau cara ini tidak seelok yang nampak di gambar pelantikan,” tutur Alexander.
Beliau pula menerangi sedikitnya ruang pengarahan ataupun sokongan intelektual untuk mahasiswa program ahli.“ Sepanjang ini yang dicermati cuma pandangan akademik. Sementara itu, titik berat penuh emosi itu dapat lebih berat dari tes tercatat,” tuturnya.
Bagi informasi Badan Ilmu jiwa Terapan UI, lebih dari 40% mahasiswa pascasarjana di Indonesia hadapi kendala keresahan menjelang konferensi. Tetapi mayoritas memilah bungkam serta memendamnya sebab khawatir dikira lemas.
Memperingati Cedera Selaku Bagian dari Proses
Saat ini, sehabis sah menyandang titel ahli, Alexander mau menghasilkan pengalamannya selaku materi refleksi. Beliau berencana menulis novel semi- otobiografi mengenai bumi pascasarjana serta titik berat yang menyertainya.“ Kepala karangan sementaranya‘ Konferensi Itu Menyeramkan’,” tuturnya sembari tersimpul.
Menurutnya, rasa khawatir bukan ciri kelemahan. Malah itu bagian berarti dari pembuatan kepribadian akademik.“ Aku mau angkatan selanjutnya ketahui, tidak apa- apa merasa khawatir. Yang berarti janganlah menyudahi berjalan,” tuturnya dengan mata berbinar.
Alexander saat ini membimbing di suatu akademi besar negara di Jakarta serta aktif dalam pembelaan kebijaksanaan pembelajaran besar. Beliau pula mulai ikut serta dalam forum- forum yang mangulas kesehatan psikologis di area kampus.
Penutup: Kekhawatiran yang Melahirkan Keteguhan
Narasi Alexander Pratama merupakan cerminan kalau di balik pendapatan akademik, terdapat bagian kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan. Konferensi doktoral memanglah menyeramkan, tetapi dari rasa khawatir seperti itu lahir kekuatan yang asli.
Dalam atmosfer yang penuh titik berat, Alexander menciptakan kekokohannya sendiri. Serta hari itu, bukan cuma beliau yang diklaim lulus—tetapi pula keberaniannya buat berbicara mengenai suatu yang tidak sering dibahas di bumi akademik: kalau jadi kokoh bukan berarti tidak sempat khawatir, tetapi berani senantiasa berdiri walaupun kekhawatiran itu jelas.