Kosmetik Patriotisme – Antara Pandangan Patriotisme serta Kebutuhan Menguntungkan mulai merebak di Indonesia.
Narciussus salah satu figur dalam mitologi Yunani, kabarnya jatuh cinta pada bayangannya sendiri melalui kaca di atas dataran air. Beliau diceritakan sedemikian itu terobsesi dengan ketampanan dirinya. Tetapi naas, antusiasme kelewatan kepada ketampanannya berganti jadi bencana. Narcissus diceritakan tewas karena kelaparan dampak amat terobsesi dengan bayangannya sendiri. Dari cerita Narcissus- lah inilah sebutan bergaya- gaya didapat, alexa99 suatu tindakan pandangan kelewatan pada performa diri namun kurang ingat pada realitas sebetulnya.
Hari- hari ini pertanda yang seragam terjalin: banyak kewenangan lagi terobsesi dengan pandangan keperkasaannya sendiri. Angan- angan hal daya patriotisme yang disampul dalam retorika, diekspresikan melalui gimik politik, dibingkai dalam jargon” cinta Tanah Air”.
Tetapi, sungkan becermin pada realitas getir di baliknya. Aku menyebutnya selaku” kosmetik patriotisme”. Sesuatu situasi yang nampak sempurna dari dataran namun faktanya beliau lagi memproduksi sesuatu penyederhanaan, buat tidak berkata pembusukan deskripsi.
Dalam kehidupan tiap hari, jargon politik semacam” NKRI harga mati” sampai” cintai produk dalam negara” sudah jadi jargon beramai- ramai selaku sama mimik muka chauvinistis serta kesukaan kepada Tanah Air. Catatan ini bukan berarti mengatakan jargon itu salah. Tidak serupa sekali. Tetapi, terdapat perihal yang( bisa jadi) bolos dibahas dari antusias patriotisme yang nampak( kelewatan) itu.
Politik populis
Kosmetik patriotisme merupakan sesi terkini dari kecurangan silang antara patriotisme serta politik- populisme. Patriotisme kerap kali kebobolan oleh politik populis. Beliau sering direduksi maknanya semata- mata selaku perlengkapan legalitas politik elektoral belaka.
Buah pikiran agung patriotisme cuma tampak semacam bubuk di atas cedera: menutup, namun serupa sekali tidak memulihkan serta malah jadi toksin. Patriotisme cuma sanggup muncul dalam wujud retorika di arena penguasa, bukan dalam bentuk- bentuk idealnya: keberpihakan pada kepentingan- kolektif orang.
Jargon” anti- asing” memanglah bukan perihal yang serupa sekali terkini. Asal usul dini kebebasan membuktikan kalau retorika patriotisme sudah lebih dulu digunakan Soekarno tidak saja dalam ceramah politiknya yang berkobar- kobar itu, beliau pula digunakan selaku perlengkapan legitimate buat melaksanakan menasionalisasi megah.
Sebagian industri besar yang lebih dahulu di dasar kepemilikan penguasa kolonial Belanda terdaftar dinasionalisasi serta dialihfungsikan hak kepunyaannya oleh negeri. Buah pikiran dini inilah yang menginspirasi sebutan” independensi ekonomi ataupun” ekonomi tanda orang” begitu juga buah pikiran Bung Hatta.
Belum lama, jargon patriotisme pula sama dengan figur populis dari Amerika Sindikat, Donald Trump. Semenjak kampanye politik selaku calon kepala negara AS, Trump memanglah figur yang getol dengan deskripsi patriotisme Amerika, sebutlah semacam:” Make America Great Again” sampai” America First” yang marak dalam pidato- pidatonya belum lama.
Ternyata memandang retorika kewenangan selaku kaca agung dari apa yang dicoba Soekarno serta buah pikiran Hatta di dini kebebasan, rasanya tidak kelewatan buat memandang retorika itu lebih sesuai serta seragam dengan apa yang dicoba Trump di Amerika kalau beliau cuma bentuk- bentuk terkini dari politik populis.
Simplifikasi ialah retorika kesukaan dalam politik. Dualitas” kita” serta” mereka” merupakan metode sangat simpel yang dipakai buat menanggapi perkara yang lingkungan. Perihal inilah yang diucap Mengasah Mudde serta Kaltwasser( 2017) selaku thin- centered- ideology( Pandangan hidup Pipih) kalau kerakyatan tampak selaku deskripsi politik yang sering membelah warga melalui dualitas” versus”. Deskripsi yang nampak” meredakan” di dataran, buat merahasiakan keroposnya sesuatu buah pikiran.
Kerakyatan lebih senang memakai alasan akhlak dalam menanggapi perkara. Politik populis acapkali menggemari retorika angka, etiket, benar- salah sampai alasan hitam- putih buat menutupi keahlian mereka menarangkan perkara bersumber pada informasi serta alasan logis.
Dalam pemilu, deskripsi patriotisme merupakan instrumen sangat jitu dalam menjajakan retorika politik. Deskripsi ini tidak sempat bolos buat digunakan selaku diksi kesukaan tiap pendamping calon. Sialnya, pandangan patriotisme begitu itu terkadang malah menghasilkan komunikasi khalayak tampak cuma semata- mata gedung retoris yang serupa sekali nampak tidak lumayan sanggup menanggapi akar perkara. Kritik beliau pengurangan cuma selaku wujud” perlawanan” yang dipoles dengan kosmetik patriotisme: kebutuhan asing”.
Dalam beberapa tahun terakhir, style” kosmetik patriotisme” mulai merebak di Indonesia. Gelar ini merujuk pada konsumsi simbol- ikon nasionalisme—seperti bendera merah- putih, bentuk hero, atau jargon perjuangan—untuk memperkenalkan dan menjual produk kecantikan. Meski terlihat sejenis bentuk cinta tanah air yang inovatif, peristiwa ini menuai berbagai macam anggapan, mulai dari aplaus hingga kritik tajam.
Simbol Merah Putih di Alam Kecantikan
Beberapa brand lokal, sejenis Srikandi Beauty, Garuda Glow, hingga Alam Skincare, bersaingan membuktikan buntelan produk dengan nuansa merah- putih, corak batik, terlebih kontur wajah hero sejenis R. A. Kartini atau Soekarno. Tidak tidak kerap, mereka pula membilai memo adab hal cinta tanah air, bersemangat peperangan, dan rayuan untuk” jadi mempesona sekaligus chauvinis.”
Produk ini bukan semata- mata lipstik, namun pula simbol jika perempuan Indonesia bisa nampak percaya diri tanpa meninggalkan asli dirinya,” cakap Mita Anggraini, CEO Srikandi Beauty, dalam peresmian lini produk“ Merah Putih Series” bulan setelah itu.
Dalam kampanye itu, Srikandi Beauty pula menuntun sebagian influencer nasional untuk menggaungkan memo” Mempesona Tanpa Melengahkan Bangsa.” Advertensi mereka membuktikan wujud berhijab memakai kebaya, tersenyum sembari mengoleskan lipstik merah menyala berlatar bendera Indonesia yang berkibar.
Patriotisme atau Gimmick?
Meski strategi ini terjamin menarik minat pasar, sebagian pengamat memasalahkan integritas di balik kampanye semacam ini. Apakah benar bersemangat patriotisme yang ingin diangkat, atau hanya tata cara lain untuk tingkatkan angka penjualan?
Dokter. Rani Bunga, pengamat adat dari Universitas Indonesia, berkata peristiwa ini berlaku seperti bentuk“ patriotisme performatif.”
Patriotisme dalam bentuk kampanye profitabel berbahaya jadi kosmetik belaka—dipoles di lapangan tanpa maksud yang mendalam. Patriotisme bukan semata- mata persoalan rancangan buntelan, namun kelakuan nyata untuk memajukan bangsa, tertera dalam etika aspek upaya, perlindungan klien, dan keberlanjutan,” jelasnya.
Dia pula menyinari gimana beberapa produk yang mengangkut patriotisme justru lagi mengamanatkan modul bawah memasukkan atau memproduksi sebagian besar barangnya di luar negeri.
Ini kontradiktif. Kalian perkataan hal mencintai tanah air, namun modul dasarnya bukan dari tanah air sendiri. Di mana pangkal nasionalismenya?” tambahnya.
Reaksi Khalayak yang Terbelah
Di perlengkapan sosial, balasan khalayak pada peristiwa kosmetik patriotisme cukup berbagai macam. Sebagian pelanggan memuja inisiatif itu berlaku seperti tata cara positif untuk memupuk rasa cinta tanah air di kalangan angkatan muda, sangat penting perempuan.
Aku merasa besar batin maanfaatkan lipstik yang mempunyai tema Kartini. Rasanya semacam kita ikut memeringati hero perempuan Indonesia,” tulis akun@nadia_rzk di TikTok.
Namun, ada pula yang berpikir kampanye semacam itu semata- mata strategi pemasaran yang“ mengendarai” bersemangat patriotisme.
Maanfaatkan julukan‘ Garuda’ namun biayanya selangit dan kualitasnya umum saja. Patriotisme janganlah jadi jualan abstrak,” tulis akun@kritismilenial di Twitter( X).
Pemikiran Regulasi dan Etika
Peristiwa ini pula memunculkan perkara betul dan hukum: selama mana simbol negara dapat digunakan dalam situasi profitabel?
Untuk Hukum Nomor 24 Tahun 2009 hal Bendera, Bahasa, dan Simbol Negara, serta Lagu Kebangsaan, konsumsi simbol negara untuk keinginan profitabel dibatasi dengan metode cepat. Namun, aplikasi di alun- alun lagi longgar, sangat penting kala konsumsi hanya berupa warna merah- putih atau simbol yang tidak dengan metode langsung membandingi simbol negara.
Kita belum menghasilkan pelanggaran hukum langsung, namun kita lagi mengamati batas- batasan konsumsi simbol nasional dalam buntelan produk,” tutur perwakilan dari Badan Pengawas Obat dan Hidangan( BPOM), Dina Wulandari.
Dia tingkatkan jika BPOM fokus pada pemikiran keamanan produk dan kejelasan informasi pada klien, namun tetap membuka aktivitas seragam arah tubuh bila mencuat pertanda penyalahgunaan simbol negara.
Keahlian Positif Apabila Diatur dengan Benar
Meski kritik bermunculan, para pelakon pabrik tetap yakin jika pendekatan patriotisme dalam produk kecantikan bisa membawa dampak positif apabila diatur dengan bijak. Salah satu di antara lain ialah Alam Skincare, yang tingkatkan lini produk berbahan dasar rempah lokal sejenis kunyit, temu lucu, dan daun kelor dari orang bercocok tanam Indonesia.
Patriotisme bukan cuma persoalan buntelan. Kita berusaha memberdayakan orang bercocok tanam lokal dan mengedukasi klien hal keahlian modul alam Indonesia,” tutur Ardi Wibowo, Pimpinan Pemasaran Alam Skincare.
Untuk Ardi, penjualan meningkat 35% sesudah mereka meluncurkan kampanye” Mempesona dari Alam, Cinta dari Tanah Air” pada Agustus tahun setelah itu, berbarengan dengan peringatan Hari Independensi.
Patriotisme yang Berkelanjutan
Peristiwa kosmetik patriotisme membuka ruang pembicaraan hal maksud patriotisme di era modern. Di satu bagian, dia bisa jadi perkakas edukasi yang menarik buat angkatan muda. Di bagian lain, dia bisa jadi bumerang apabila bersemangat itu tidak dibarengi dengan kemantapan dan tanggung jawab sosial.
Pengamat pemasaran, Hendra Tanuwijaya, menyarankan biar pabrik tidak hanya berfokus pada pemikiran, namun pula pangkal.
Bila mau perkataan patriotisme, mulailah dari hubungan cadangan yang bocor penglihatan, invensi lokal, pemberdayaan UMKM, dan penyusutan jejak karbonium. Itu terbaru patriotisme nyata yang bisa bertahan lama,” ucapnya.
Penutup
Kosmetik patriotisme, dengan semua kontroversinya, membalikkan gimana nilai- angka kebangsaan mulai meresap ke dalam berbagai pemikiran kehidupan, tertera pabrik kecantikan. Namun, perkara berarti tetap mengemuka: apakah kita lagi betul- benar memeringati patriotisme, atau hanya memolesnya biar terlihat menjual?
Hanya lama, dan kelakuan nyata dari para pelakon pabrik, yang bisa menjawabnya.